Oleh : Elma Fitria
Ini adalah materi pengantar yang saya sampaikan di Kulwap RB Dago, 29 Mei 2017 tentang Mengenal dan Menemukan Bakat Anak. Saya sampaikan prinsipnya terlebih daulu, karena penting untuk kita ingat sebagai pribadi dan sebagai orang tua. Prinsip-prinsip ini perlu kita review dalam setiap proses introspeksi kita sebagai orang tua.
- Ayah, Bunda, dan setiap anak, masing-masing adalah individu yang sepenuhnya berbeda. Jika ada 3 orang di rumah, maka ada 3 individu yang sepenuhnya berbeda.Oleh karena itu, perbedaan cara berpikir, cara merasa, cara berperilaku adalah hal yang pasti terjadi.
Itulah sebabnya, sangat penting untuk mengenal diri sendiri, mengenal diri pasangan, dan mengenal diri anak. Jika kita paham pola berpikir-merasa-berperilaku masing-masing, maka :
- kita akan tahu bagaimana kita dapat menunjukkan sikap yang benar, bagaimana memberi respon yang tepat, dan bagaimana mendukung dengan cara yang paling dia butuhkan.
- Bunda jadi istri yang lebih baik bagi suami, dan jadi ibu yang lebih baik untuk anak-anak.
- Ayah jadi suami yang lebih baik bagi istri, dan jadi ayah yang lebih baik untuk anak-anak.
Jika kita tidak benar-benar mengenal diri sendiri, diri pasangan, diri anak, maka :
- kita bisa salah bersikap, salah merespon, dan salah cara mendukung.
- Sulit jadi pasangan yang lebih baik, sulit jadi orangtua yang lebih baik
Tentu saja, kita tidak bisa menganggap bahwa pasangan dan anak kita, akan berpikir seperti kita. Tentu saja, kita tidak bisa menyalahkan pasangan dan anak kita, ketika sikap mereka tidak bisa kita mengerti, semata karena kita sendiri-lah yang terlalu terbiasa dengan cara berpikir kita sendiri.
- Allah SWT sengaja menjadikan setiap manusia itu berbeda. Karena setiap manusia Allah beri tugas hidup (misi hidup) yang berbeda.Oleh karena itu, tidaklah tepat memasangkan sebuah mimpi kepada anak kita, semata karena kita-lah yang menginginkannya, tanpa kita lihat dulu sebenarnya anak sedang Allah arahkan menuju tugas hidup apa. Itu tidak adil untuk anak.
Yang benar dan bijak adalah : dampingi anak sepenuh hati menuju misinya sendiri, yang sudah Allah titipkan untuknya. Bisa jadi sama dengan impian kita, bisa jadi juga beda. Dan ini sama sekali bukan masalah.
- Mengetahui bakat bukanlah untuk mengejar kesuksesan materi, bukan untuk mengejar ambisi. Memahami bakat adalah bagian dari mengenal diri dan memahami maksud spesifik penciptaan diri kita sebagai mahluk Allah SWT.Oleh karena itu, kita perlu menghadapi pemahaman bakat ini dengan sikap rendah hati, karena menyadari sepenuhnya bahwa :
Apa adanya diri kita, pola berpikir-merasa-berperilaku kita adalah sesuatu yang diberikan oleh Allah, sekaligus bukti bahwa kita ini diciptakan oleh Allah dengan seperangkat kekuatan sekaligus kelemahan. Semua bakat itu netral. Bisa jadi positif jika digunakan untuk kebaikan, ini yang kita sebut kekuatan. Bisa juga malah destruktif, jika tidak tahu bagaimana mengalirkannya ke tempat yang tepat. Yang menentukan bakat itu jadi kekuatan adalah penerimaan yang ikhlas atas bakat itu, wawasan yang kaya atas berbagai macam bidang yang ada, serta karakter moral (moral compass) yang terjaga melalui pembiasaan ahlak yang baik.
- Sebagai orang tua, kita akan sangat terbantu untuk bisa mengenali bakat anak ketika kita mengamati anak, jika kedua orang tua sudah mengenal diri masing-masing dan mengaplikasikan pemahaman atas diri sendiri dalam konteks keluarga.
Artinya, kita memahami diri kita dulu, mempraktekkan upaya mengelola kekuatan diri sendiri dulu, maka kemudian ikhtiar kita mengamati bakat anak dan membantu anak menguatkan bakatnya akan menjadi jauh lebih mudah. - Memahami bakat anak adalah proses panjang. Jadi jalanilah dengan rileks dan positif. Tidak perlu buru-buru ingin tahu bakat anak sekarang juga. Tidak perlu mengejar apa-apa.Mengapa ? Karena tujuan akhirnya bukanlah “mengekploitasi” anak untuk “sukses” di bidang bakatnya.
Tujuan akhir dari memahami bakat anak adalah anak akhirnya sampai menemukan misi unik penciptaan dirinya. Sampai akhirnya dia mengerti “Oh pantes ya saya orangnya begini, kekuatan saya ini, kelemahan saya ini, dan jalan hidup saya begini. Ternyata untuk tugas ini toh”. Bisa jadi ketika anak sampai di kesimpulan ini, kita sudah tidak ada di sisinya lagi. Dia sudah sepenuhnya sendiri. Tugas kita bukan menjamin anak sukses, tugas kita adalah memastikan hari hari sekarang bersama mereka adalah hari hari yang penuh dukungan, optimisme, kepercayaan, dan penerimaan atas apa adanya diri mereka.