Oleh : Elma Fitria

Bagaimana hubungan antara memahami bakat anak dengan pertumbuhan Self Worth dan proses Self Discovery ? 

Self Worth berkaitan erat dengan Self Esteem dan Self Concept.

“Our self-concept comes in childhood, from messages about how to treat me, how to treat others, and how I come to expect others to treat me.”

Kalimat diatas disampaikan oleh Virginia Satir, seorang penulis dan psikoterapis dari Amerika Serikat, yang dikenal khususnya untuk pendekatannya dalam terapi keluarga dan pekerjaannya Systemic Constellations. Beliau secara luas dianggap sebagai “Ibu dari Terapi Keluarga” (sumber Virginia Satir).

Jika diterjemahkan secara bebas artinya “Konsep diri kita terbentuk di masa kecil kita, dari pesan-pesan (yang konsisten berulang) tentang bagaimana cara memperlakukan saya, bagaimana cara memperlakukan orang lain, dan bagaimana saya berharap orang lain paham cara memperlakukan saya”

Dengan begitu bisa kita simpulkan, bahwa Self Worth dan semua bagian dari Self Concept (Konsep Diri) terbentuk sejak masa kecil. Ini berarti bahwa pengasuhan kita pada anak-anak, cara kita memandang dan bicara pada mereka, cara kita menerima mereka sepenuhnya apa adanya, cara kita mendukungnya, cara kita membantunya mengelola hal yang kuat darinya, cara kita membantunya menyiasati kelemahannya, dst. adalah hal hal penting yang harus kita perhatikan sehingga anak tumbuh dengan self worth yang baik.

Dari Yayasan Kita dan Buah Hati yang diasuh Bu Elly Risman, pemahaman tentang Self Worth kira kira seperti ini :

Self Worth adalah penilaian diri anak terhadap dirinya sendiri. Apakah anak merasa dirinya berharga atau tidak.

Anak yang memiliki rasa berharga tidak mudah guncang atau merasa jatuh meski diterpa berbagai masalah. Self Worthnya positif. Sebaliknya, jika Self Worth positif belum terbangun, ia mudah merasa terpuruk, terpojok, tersingkir, meski situasi tak terlalu buruk.

Saya mengutip lagi dari Virginia Satir. Menurut beliau, ada 5 faktor yang mengindikasikan tingkat Self Esteem pada diri seseorang. 5 hal ini menjadi ciri yang perlu kita pantau pada anak, apakah kita sudah membantu 5 hal ini terbentuk dengan baik pada anak.

  1. Security. Merasa nyaman dan aman ada bersama orang lain dan lingkungannya. Tahu dan merasakan bahwa ada orang-orang yang bisa saya ajak berbagi apapun.
  2. Belongingness. Menjadi bagian atau terlibat dengan kelompok yang penting karena memberi makna tertentu.
  3. Personhood. Memahami siapa diri saya, apa peran saya, dan merasa nyaman dengan itu.
  4. Competence. Mengalami sukses dalam proyek, merasa puas dan bahagia dengan bagian/jatah tugas saya.
  5. Direction. Memiliki tujuan jelas, arah, pilihan-pilihan, peluang-peluang, dan memiliki kesadaran penuh untuk membedakan mana yang nyata dan mana yang hanya angan-angan.

Pada 5 indikator yang Virginia Satir sampaikan, ada Personhood yang menekankan pada anak mengenal dirinya dengan baik, ada juga Competence yang menekankan pada pentingnya anak pernah merasakan kesuksesan dalam mengerjakan proyek dengan baik, serta Direction yang menekankan pada tujuan dan arah yang jelas serta mampu membaca pilihan dan peluang. Ini semua terkait bakat kuat anak dan bakat lemah anak.

Dari penjelasan di atas, sangat jelas bahwa pertumbuhan self worth anak paling utama dipengaruhi oleh pengasuhan orang tuanya, serta penerimaan orang tua atas bakat kuat dan bakat lemah anaknya.

Kenyataannya, salah satu pihak utama yang sering meredupkan self worth anak, adalah orang tua sendiri. Yaitu orang tua yang tidak mau menerima apa adanya diri anak, dan menuntut diri anak menjadi berbeda, tidak sesuai bakat kuatnya. Anak dipaksa menjadi orang lain, yang sesuai dengan pemikiran orang tuanya.

Jika demikian kejadiannya, bagaimana mungkin anak akan menemukan (discover) siapa sebenarnya diri mereka. Oleh karena itu, maka proses self discovery nya jelas akan terhambat.

Contoh nyatanya seperti ini :

Sejak anak kecil, dia menunjukkan minat tinggi terhadap seni. Aktivitas dia seputar menggambar menunjukkan 5 ciri bakat yang tadi dijelaskan. Tapi orang tua punya impian pribadi yang dulu tak tergapai : menjadi dokter.

Oleh karena itu, orang tua mendorong anak menjadi dokter, apalagi anaknya ini menonjol secara akademik di sekolah. Orang tua mengabaikan semua pertanda bahwa anak punya minat sendiri, punya kekuatan dalam hal tertentu, dan lemah di hal hal tertentu. Saat ini, orang tua hanya fokus pada impiannya sendiri.

Sekarang, saya ingin mengajak Ayah Bunda membayangkan situasi ini. Rasanya tak jarang kita temui situasi mirip mirip seperti ini. Dalam keluarga yang seperti ini, anak akan kesulitan membangun self worth-nya sendiri. Justru rasa berharga dirinya jadi disandingkan dengan label : masuk jurusan yang dipilih orang tuanya.

Padahal apa adanya diri anak itu sudah berharga. Dari lahir, tanpa embel embel apapun, anak itu sudah berharga. Anak itu kan titipan Tuhan. Dipercayakan pada orang tua yang ini. Itulah hadiah paling berharga, karena kita dipercaya Tuhan.

Jika yang terjadi malah situasi seperti ini, anak tidak akan merasa dirinya apa adanya itu berharga. dia akan selalu mencari pemenuhan self worthnya dari luar dirinya, dari label di luar dirinya, dan semakin menjauhkan dirinya dari dirinya yang asli dan otentik.

Demikian gambaran hubungan antara memahami bakat dengan Self Worth dan Self Discovery.    
Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk sepenuh hati menerima anak apa adanya, dan berusaha sungguh sungguh mengenal diri anak. Mengenal kekuatan dan kelemahan anak, sehingga penerimaan yang muncul adalah penerimaan dengan dukungan yang menguatkan bakat kuatnya, dan menerima serta membantu menyiasati bakat lemahnya.

Semoga bermanfaat.

Selamat mengenali diri anak Anda dengan lebih dalam

Leave a Comment